Penghafal Qur'an : Antara Narcissistic Personality Disorder atau Actualistic Sincere Personality.

Dulu ketika saya belum menghafalkan Al-Quran, saya menganggap para penghafal Al-Qur'an itu hebat, akhlaknya Maasyaa Allah, cerdas, pintar, jauh dari maksiat dan segala hal yang negatif. Pokoknya, segala sifat yang baik yang pernah terlintas dalam pikiran saya, saya berpikir mereka memiliki semua itu.

Dapat rezeki jangan ditolak

Simpan uang di dalam kotak

Penyakit hati merusak akhlak

Jadikan Al-Qur'an penuntun watak.

Padahal kenyataannya, mereka sama seperti orang lain pada umumnya. Tidak semua hebat, tidak semuanya akhlaknya terpuji, tidak semua cerdas, tidak semua pintar, tidak semua jauh dari maksiat dan hal yang negatif. Bahkan, penghafal Al-Qur'an yang melakukan suatu hal buruk yang lebih buruk dari bukan penghafal Al-Qur'an juga ada.

Baiklah, saya menarik kesimpulan dari pengamatan saya selama ini ( 7 tahun dengan orang yang berbeda setiap tahunya) sebagai jawaban dari pertanyaan anda :


1. Niat menghafal yang kurang lurus

Jika berjumpa sapalah teman

Ucapkan salam secara sopan

Al-Qur'an jadi sebuah pedoman

Untuk tuntunan dalam kehidupan.

Kebanyakan, tujuan mereka menghafal Al-Qur'an adalah untuk kepentingan pribadi seperti agar mendapat beasiswa. 

A : mau ngafal berapa juz, nih?

B : Universitas C ngasih beasiswa buat yang hafal 10 juz. Jadi, sampai juz 10 aja cukup.


2. Agar disebut Hafizh/Hafizhah

Di Indonesia (khususnya lingkungan sekitar saya), kebanyakan, orang yang pernah menghafal Al-Qur'an tak peduli hafalannya lancar atau tidak, bacaannya bagus atau tidak sudah bisa dipanggil Hafizh/Hafizhah. Sudah tak asing, jika ada yang hanya menghafal dari awal sampai selesai 30 juz tanpa pengulangan. Setelah selesai, sudah. Karena merasa dirinya sudah Hafizh (mengkhatamkan 30 juz padahal tidak lancar) akhirnya meninggalkan Al-Qur'an begitu saja, dan merasa puas hanya dengan karena pernah mengkhatamkan. Dan ini banyak sekali.


3. Hanya pernah menghafal bukan hafal

Setiap penghafal Al-Qur'an pasti pernah mengalami fase malas yang terangat sangat untuk mengulang apa yang sudah dihafal.

Ada yang memaksakan dirinya terus mengulang (muraja'ah) dan akhirnya muraja'ah menjadi kegiatan rutin merasa ada yang kurang jika dalam sehari belum muraja'ah walaupun hanya beberapa halaman.

Ada juga yang terlena, menuruti nafsunya, melupakan hafalannya begitu saja yang menyebabkan hafalannya terbengkalai dan muraja'ah menjadi hal terberat dan tersulit untuk dia (apa yang pernah dihafal rasanya seperti belum pernah dihafal).

Sulit sekali menemukan Hafizh/Hafizhah yang hafalannya bisa dites kapan dan dimana saja. Jika anda tidak percaya, silahkan menanyakan ini ke semua penghafal Al-Qur'an yang anda kenal.

So, bagaimana mungkin bisa mengimplementasikan pada masalah-masalah di masyarakat? Untuk menjaga apa yang dihafal aja tidak mampu.


4. Hanya hafal tidak tahu arti ayat dan tidak memahaminya

Ada sangat banyak sekali (pake banget) penghafal Al-Qur'an yang tidak termasuk no 1, 2 dan 3. Hafalannya lancar dan bacaannya bagus, namun tidak paham apa yang dia hafalkan.

Kalau tidak paham bagaimana mungkin penghafal Al-Qur'an bisa mengimplementasikan masalah-masalah pada masyarakat?

5. Kurang kesadaran untuk menjadi bermanfaat bagi orang lain

Ada juga penghafal Al-Qur'an yang hafalannya kuat, pemahaman dan bacaannya bagus. Namun, tidak memiliki kesadaran untuk mengajarkannya kepada orang lain.

Sebagus apapun pemahaman dia dengan apa dia hafal, jika tidak memiliki kesadaran menjadi bermanfaat bagi orang lain, bagaimanan bisa mengimplementasikan masalah-masalah pada masyarakat?

Sebenarnya, hanya penghafal Al-Qur'an yang hakiki yang bisa menjaga Al-Qur'an, mengimplementasikan apa yang telah dihafal yang pantas mendapatkan gelar Hafizh Dan Haamilul Qur'an. Dan itu sangat susah. Do'akan kami para penghafal Al-Qur'an semoga bisa mencapai derajat yang hakiki. Aamien :)


Jika berjumpa sapalah teman

Ucapkan salam secara sopan

Al-Qur'an jadi sebuah pedoman

Untuk tuntunan dalam kehidupan


Komentar

Postingan Populer